MENGEMBANGKAN SASARAN KONSELING DAN MEMILIH STRATEGI INTERVENSI DAN TERMINASI


BAB II
PEMBAHASAN

A.      MENGEMBANGKAN SASARAN KONSELING
Mengembangkan sasaran konseling adalah sangat penting, karena memberi arahan pada konseling. Tanpa sasaran tidak dapat dilakukan evaluasi dan sulit untuk mengatakan apakah suatu konseling berhasil atau tidak. Hackney dan Cornier (2001) mengatakan bahwa adanya sasaran konseling mempunyai empat fungsi yaitu :
1.  Motivasional. Kalau klien didorong untuk menentukan sasaran yang spesifik, ia akan termotifasi untuk dapat mencapainya. Apabila klien berpartisipasi dalam penentuan sasaran ini, ia akan merasa bahwa ia sendiri yang menetapkan sasaran ini dan dengan sendirinya harus bertanggung jawab untuk mencapainya.
2.  Edukasional. Dengan sasaran yang baru ini, ia (klien) juga harus memikirkan tingkah laku baru apa yang harus digunakan untuk mencapai sasaran tersebut.
3.  Evaluatif. Sasaran yang ditetapkan akan membantu konselor untuk memilih strategi intervensi yang paling baik untuk membantu klien mencapai sasaran.
4.    Asesmen untuk teknik intervensi. Apakah suatu intervensi memang efektif untuk menangani suatu masalah tertentu.[1]
Ada dua ketrampilan yang perlu dalam proses penetapan sasaran yaitu konfrontasi dan respon “potensi kemampuan”. Konfrontasi adalah suatu respon yang memungkinkan klien untuk menghadapi apa yang dihindarinya apakah itu suatu pikiran, perasaan, atau tingkah laku. Pada konfrontasi yang terjadi adalah menggambarkan tingkah laku klien, mengobservasi tingkah laku klien dan menunjukkan bukti-bukti yang ada. Adapun  fungsi konfrontasi adalah :
ü  Membantu usaha klien untuk lebih kongruen dengan menunjukkan diskrepansi-diskrepansi tingkah lakunya.
ü  Menegakkan konselor sebagai model untuk komunikasi yang langsung dan terbuka.
ü  Bermanfaat untuk menjajaki konflik yang diasosiasikan dengan perubahan dan penetapan sasaran.[2]
Sedangkan respon “potensi kemampuan” adalah respon konselor yang menunjukkan pada klien bahwa klien mampu atau mempunyai potensi untuk melakukan sesuatu bila ia menghendakinya. Respon ini bermanfaat karena respon ini juga mengomunikasikan dukungan dan keyakinan konselor kepada kemampuan klien untuk melakukan suatu tindakan. Juga mengomunikasikan bahwa klien mempunyai sedikit kendali atau kekuasaan atas lingkungannya.[3]

 Efek penetapan sasaran pada klien. Biasanya berdampak positif. Manfaatnya adalah mengurangi kebingungan klien, menjadi lebih jelas apa yang menjadi keinginan dan kebutuhannya. Membantu klien memilih apa yang penting dan tidak penting dalam hidupnya.
B.       MEMILIH STRATEGI INTERVENSI
Jika seseorang konselor ingin berhasil, dia harus mampu memperoleh cukup data untuk penilaian mengenai akar dalam permasalahan.
Memilih strategi intervensi yang tepat harus melalui proses evaluasi. Seorang konselor harus memperhatikan beberapa hal kalau dia ingin konselingnya berhasil, antara lain : apakah ada kecocokan antara metode yang dipakainya dengan simtom (keluhan) yang disampaikan oleh kliennya.[4] Konselor pun menerapkan pendekatan-pendekatan tertentu dengan alasan bahwa penerapan itu diharapkan membawa hasil yang paling baik.[5]
Cavanagh (1982) yang tulisannya banyak digunakan oleh Hackney dan Cormier (2001) mengatakan bahwa biasanya timbulnya simtom adalah karena seseorang Surabaya overload (kelebihan beban) dengan stres. Salah satu penyebab simtom adalah adanya ancaman yang mengganggu kebutuhan psikologis yang mendasar. Konselor harus mencari kebutuhan apa yang terancam pada kliennya. Strategi intervensi yang dipilih pun juga tergantung dari penyebabnya.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah person counselor fit. Yang dimaksud oleh Cavanagh (1982) adalah tidak semua konselor dapat membantu semua orang yang datang minta bantuan pada mereka.
Konselor yang merasa bahwa dirinya  bisa membantu semua orang, maka ia menipu dirinya sendiri. Konselor adalah manusia yang mempunyai kelemahan, biasa ketakutan dan marah. 


C.      MENGAKHIRI KONSELING
Salah satu tahap dalam konseling adalah saat konselor harus mengakhiri konseling. Bagi klien dan konselor, konseling tidak selalu berakhir dengan menyenangkan. Pada dasarnya personal growth seseorang belum tentu berakhir seiring dengan berakhirnya konseling. Konseling yang efektif adalah konseling yang membuka kemungkinan pengembangan bagi klien. Konseling bisa diakhiri jika :
1.    Klien sudah mampu menggunakan sumber-sumber yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah.
2.    Saat respon klien menjadi positif dan dapat menunjukkan pemahaman diri sendiri.
3.    Bila sasaran dari kontak  sudah tercapai.
4.    Bila konselor maupun klien merasa sesi konseling tidak ada manfaatnya.[6]

Di dalam mengakhiri konseling ada inisiatif untuk melakukan terminasi. Bila proses konseling berjalan beberapa Minggu, inisiatif untuk mengakhiri/ menghentikan konseling bisa berasal dari konselor maupun klien.[7]
Terminasi oleh konselor umumnya karena sasaran sudah tercapai, tidak ada kemajuan, konselor harus waspada terhadap klien yang dependen, yang tidak mau mengambil tanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Adapun terminasi oleh klien terjasi karena klien merasa sudah sembuh, merasa sudah berhasil sesuai dengan kontraknya, premature termination yaitu meskipun konseling belum selesai, tetapi klien sudah menghentikan proses konseling mungkin karena ia menolak pengalaman rasa sakit yang mau tidak mau terkait dengan konseling, mungkin karena tidak ada cukup komitmen untuk berubah. Berubah adalah proses yang lama dan menyakitkan, membutuhkan kemauan dan niat yang besar. Klien tidak cukup mempunyai waktu atau tidak cukup mempunyai uang. Klien merasa tidak ada kemajuan sehingga menganggap percuma melanjutkan konseling.
Adapun metode atau langkah-langkah terminasi sebagai berikut :
1. Persiapan verbal. Melalui ucapan-ucapannya konselor mempersiapkan klien bahwa konseling sudah akan segera berakhir. Dalam hal ini konselor kemudian menyiapkan ringkasan final untuk dibicarakan, yang merupakan review dari apa yang sudah dicapai. Ringkasan tersebut penting untuk mengetahui apakah sasaran-sasaran konseling sudah tercapai atau belum.
2. Buka jalur untuk kemungkinan follow-up. Konselor tetap membuka kesempatan bagi klien untuk tindak lanjut. Dalam arti konselor tetap memberikan kesempatan kepada klien untuk kembali kalau diperlukan.
3. Kemungkinan merujuk. Kadang-kadang merujuk klien kepada konselor lain bisa dijadikan alternatif cara yang tepat. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh konselor yang akan merujuk kliennya yaitu mendiskusikan pada klien agar klien tidak merasa dilemparkan. Selain itu, rujukan juga merupakan langkah yang  tepat bila konselor menyadari bahwa dirinya tidak mampu atau tidak bisa menghadapi klien dengan karakteristik atau masalah tertentu.
4.  Pamit secara formal (formal leave taking). Konselor pamit kepada kliennya bahwa konseling sudah selesai. Diusahakan suasana menyenangkan dan penuh kepercayaan, menghargai klien yang sudah datang mempercayakan masalahnya untuk mendapat bantuan.[8]
                           


BAB III
 PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan mengembangkan sasaran konseling dan memilih strategi intervensi dan terminasi dapat kami simpulkan sebagai berikut  :
1. Mengembangkan sasaran konseling adalah sangat penting, karena memberi arahan pada konseling. tanpa sasaran tidak dapat dilakukan evaluasi dan sulit untuk mengatakan apakah suatu konseling berhasil atau tidak.
2. Memilih strategi intervensi yang tepat harus melalui proses evaluasi. seorang konselor harus memperhatikan beberapa hal kalau dia ingin konselingnya berhasil, antara lain : apakah ada kecocokan antara metode yang dipakainya dengan simtom (keluhan) yang disampaikan oleh kliennya.
3. Mengakhiri konseling adalah jika klien sudah mampu menggunakan sumber-sumber yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah, saat respon klien menjadi positif dan dapat menunjukkan pemahaman diri sendiri, bila sasaran dari kontak  sudah tercapai, bila konselor maupun klien merasa sesi konseling tidak ada manfaatnya.

B.       Saran 

Hendaknya konselor menciptakan suatu kondisi yang menunjang  demi keberhasilan konseling yang dikerjakannya dan demi kenyamanan kliennya sehingga membuahkan hasil yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Lesmana, Jeaneffe Murad. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: UI Press, 2006.
Sj, W.S. . Bimbingan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 1991.
http://lead.sabda.org/ketrampilan-konseling-i
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/13/pemecahan-study-kasus-bimbingan-dan-konseling/
http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/08/mengembangkan-sasaran-konseling-dan.html


[1] Jeaneffe Murad Lesmana, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: UI Press, 2006), 133.
[2] Ibid.
[3] Ibid., 139.
[4] Jeaneeffe Murad Lesman, Dasar-Dasar ..., 140.
[5] W.S. Winkel, Sj, Bimbingan Konseling Di Institusi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 1991), 389.
[6] Ibid., 144.
[7] Ibid., 145.
[8] Ibid., 149.

0 komentar:

Posting Komentar