BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia mengenal fase-fase yang dilalui
oleh setiap manusia, mulai dari fase kanak-kanak sampai fase sudah
berumur tua. Dalam setiap fase tersebut, manusia menghadapi tugas-tugas
tertentu,____misalnya dalam fase kanak-kanak, anak harus bisa belajar
berjalan tegak dan berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa lisan,
dalam fase anak, anak harus bisa belajar membaca, berhitung, dan
berbahasa secara tertulis dan lain-lain.[1]
Dikatakan bahwa, “Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa
bayi____usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati,
diganti dengan tumbuhnya kemandirian____dan berakhir di sekitar usia
masuk sekolah dasar”.[2]
Dikatakan juga bahwa, “Perkembangan biologis pada masa-masa ini
berjalan pesat, tetapi secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh
lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, fungsionalisasi lingkungan
keluarga pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke
dalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah”.[3] Dikatakan juga bahwa, “Masa ini disebut juga Masa Raja Kecil atau Masa Trotz Alter dengan sikap egosentris
karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang ditampilkan anak
dengan sikap senang menentang atau menolak sesuatu yang datang dari
orang di sekitarnya. Perkembangan seperti itu antara lain disebabkan
oleh kesadaran anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak
sendiri, yang dapat berbeda dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan
awal dari usaha untuk mewujudkan diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain”.[4] Dikatakan juga bahwa, “Masa kanak-kanak sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa menentang orang tua”.[5]
Penyelesaian tugas-tugas itu mungkin berjalan dengan lancar, berkat
bantuan yang diberikan orang lain. Hal yang sama dapat juga semuanya
berjalan lancar, tanpa mendapat banyak bantuan dari orang lain. Pada
umumnya, semakin tinggi fase kehidupan, semakin kurang dibutuhkan
bantuan dari orang lain.[6]
Namun, mungkin sekali dalam menghadapi tugas-tugas yang
berasal dari suatu sumber di luar subjek sendiri, diperlukan bantuan
dari orang lain, entah karena umur subjek sendiri masih terlalu muda
untuk mencari penyelesaian sendiri atau entah karena kurang berdaya
untuk menemukan sendiri suatu bentuk penyesuaian diri yang memuaskan,[7]____misal
kasus, ada anak-anak yang nakal, berani kepada orang tua, ada anak-anak
yang lambat dalam belajar, ada anak-anak yang penakut dan lain-lain Hal
ini dapat diidentifikasikan sebagai masa anak-anak yang masih
memerlukan suatu bimbingan.
Dan dari contoh kasus anak-anak tersebut dapat diambil suatu
pertanyaan, “Apa ciri-ciri dan karakteristik dari masa
anak-anak____yang menyebabkan anak-anak nakal, berani kepada orang tua,
lambat dalam belajar, penakut dan lain-lain?”.Model bimbingan apa yang
pantas diberikan kepada mereka ?” Realitas ini sangat penting untuk
dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu makalah ini ditulis untuk mengungkap
masalah-masalah tersebut.. Dugaan sementara dari masalah di atas adalah
karena dipengaruhi oleh ciri dan karakteristik anak yang masih
memerlukan suatu bimbingan. Dikatakan bahwa, “ Melalui pelayanan
bimbingan, ditawarkan bantuan kepada orang yang menghadapi masalah
tersebut. Namun bantuan itu mensyaratkan bahwa orang yang dibantu telah
sadar akan tantangan, kesulitan, atau masalah tersebut. Ini tidak
berarti bahwa orang yang belum sadar akan tugas-tugas yang seharusnya
diselesaikannya, tidak dapat diberi bantuan, tetapi bantuan itu tidak
akan bercorak bantuan bimbingan. Misalnya, anak di Taman Kanak-kanak
belum menyadari sendiri, bahwa dia harus belajar bergaul baik dengan
teman-teman sebaya demi kelancaran perkembangan sosialnya, maka guru di
Taman Kanak-kanak itu akan membantu anak-anak asuhannya dalam belajar
bergaul. Bantuan itu lebih tepat dipandang sebagai usaha Pendidikan
daripada usaha Bimbingan, karena yang terakhir menuntut kesadaran subjek
sendiri tentang tugas yang dihadapinya”.[8]
Selanjutnya, berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka makalah ini kami beri judul “Konseling Pada Anak”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1. Apa ciri-ciri masa anak-anak ?
2. Apa karakteristik masa anak-anak?
3. Model bimbingan apa yang pantas diberikan pada anak-anak?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui :
1. Ciri-ciri masa anak-anak
2. Karakteristik masa anak-anak
3. Model bimbingan yang pantas diberikan pada anak-anak
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ciri-Ciri Masa Anak-Anak
Masa anak-anak terbagi menjadi dua yaitu masa anak-anak awal (2-6 tahun) dan masa anak-anak akhir (7-13 tahun)[9] Adapun ciri-ciri masa anak-anak awal adalah :
· Usia yang mengandung masalah atau usia sulit
· Usia mainan
· Usia prasekolah
· Usia belajar berkelompok
· Usia menjelajah dan bertanya
· Usia meniru dan usia kreatif [10]
Sedangkan ciri-ciri masa anak-anak akhir adalah :
· Usia yang menyulitkan
· Usia tidak rapi
· Usia bertengkar
· Usia Sekolah Dasar
· Periode kritis dalam dorongan berprestasi
· Usia berkelompok
· Usia penyesuaian diri
· Usia kreatif
· Usia bermain [11]
2. Karakteristik Masa Anak-Anak
Karakteristik masa anak-anak adalah :
a. Mampu berpikir dengan menggunakan simbol.
b. Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya.
c. Berpikirnya masih kaku, tidak fleksibel.
d. Anak
sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu
dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk, dan ukuran.[12]
3. Model Bimbingan Yang Diberikan Pada Anak-Anak
Adapun model-model bimbingan yang diberikan adalah :
Untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, maka guru TK hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan.
b. Membantu
anak untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara
persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling menghormati.
c. Memberikan informasi tentang adanya keberagaman budaya, suku dan agama.[13]
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak pra-sekolah, sebaiknya orang tua atau guru-guru TK melakukan upaya-upaya :
a. Memberikan contoh atau teladan yang baik dalam berperilaku atau bertutur kata.
b. Menanamkan
kedisiplinan kepada anak dalam berbagai aspek kehidupan, seperti
memelihara kebersihan atau kesehatan, tata karma atau budi pekerti yang
luhur.
c. Mengembangkan
wawasan tentang nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian
informasi, cerita-cerita para nabi dan pahlawan maupun cerita dunia
binatang tentang akhlak yang luhur.[14]
Model bimbingan yang dapat juga diberikan pada anak beserta keterangan lain dalam literatur lain yaitu :
KONSELING PADA ANAK
| |
TAMAN KANAK-KANAK
|
SEKOLAH DASAR
|
Di Taman Kanak-Kanak (TK) sebenarnya belum dapat diberikan pelayanan bimbingan, Kiranya bimbingan dalam pendidikan prasekolah ini sama dengan pendidikan.
Namun ternyata telah diterbitkan buku III C, Pedoman Bimbingan Dan
Penyuluhan, oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980,
dalam rangka Kurikulum Taman Kanak-Kanak 1976. Adanya pedoman
resmi berarti, bahwa tenaga-tenaga kependidikan di taman kanak-kanak
dituntut untuk memberikan pelayanan bimbingan. Hal ini kiranya masih memungkinkan dalam bentuk mengembangkan daya kreatif dan kemampuan berinisiatif sendiri pada anak kecil, supaya lebih siap memasuki jenjang pendidikan dasar, dimana anak akan dihadapkan pada tuntutan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Program bimbingan diintegrasikan pada pembinaan 7 bidang pengembangan, yaitu :
1. Pendidikan Moral Pancasila,
2. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa,
3. Kemampuan Berbahasa,
4. Kemasyarakatan dan Kesadaran Lingkungan,
5. Daya Pikir,
6. Daya Cipta,
7. Kejasmanian dan Kesehatan.[15]
Keenam aspek yang berkaitan dengan program bimbingan adalah :
(a). Tujuan institusional sebagaimana diungkapkan dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak, 1976 dan 1986.[16]
(b). Kebutuhan anak-anak balita, berkisar pada :
· kebutuhan jasmani primer
· kebutuhan psikologis, seperti penerimaan kasih sayang dan perasaan aman serta terlindung.
Tugas-tugas perkembangan anak-anak balita adalah :
· menggerakkan anggota-anggota tubuh dengan luwes;
· berkomunikasi secara lisan;
· menjalin hubungan emosional yang positif dengan anggota-anggota keluarga serta teman-teman sebaya;
· memperoleh sejumlah konsep yang sederhana.
(c). Pola dasar bimbingan adalah pola generalis.
(d). Komponen bimbingan yang diprioritaskan ialah konsultasi.
Konseling terselenggara dalam bentuk komunikasi non-verbal antara anak dengan seorang psikolog anak atau psikiater anak.
(e). Bentuk bimbingan yang digunakan ialah bimbingan kelompok. Sifat bimbingan yang mencolok ialah sifat perseveratif, yang sekaligus dapat mengandung sifat preventif. Sifat korektif hanya akan muncul dalam
kasus-kasus penyimpangan yang sangat ekstrim, selalu harus ditangani
oleh tenaga profesional di bidang psikologi dan psikiatri. Ragam bimbingan yang diberi tekanan ialah ragam pribadi-sosial, yang diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan anak di tujuh bidang pengembangan.
(f). Tenaga yang memegang peranan kunci ialah guru kelas, Seandainya menghadapi permasalahan khusus, dia harus berkonsultasi dengan kepala sekolah. [17]
|
Mengenai bimbingan di SD terdapat tiga pandangan dasar, yaitu :
· bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik (instructional guidance);
· bimbingan hanya diberikan kepada siswa yang menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal;
· pelayanan bimbingan tersedia untuk semua murid, Ini sebagai pandangan dasar yang paling tepat.
Keenam aspek yang berkaitan dengan program bimbingan di SD ialah :
(a). Tujuan institusional sebagaimana tertera dalam sumber resmi Pembakuan Kurikulum Sekolah Dasar 1975,
sebagai berikut : “ Tujuan Umum pendidikan Sekolah Dasar adalah, agar
lulusan memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negar yang baik;
menikmati kesehatan jasmani dan rokhani; memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan
pelajaran , bekerja di masyarakat, serta mengembangkan diri sesuai
dengan asa pendidikan seumur hidup”.
(b). Kebutuhan anak-anak sekolah, berkisar pada :
· kebutuhan mendapatkan kasih sayang dan perhatian,
· menerima pengakuan terhadap dorongan untuk memajukan perkembangan kognitifnya,
· memperoleh pengakuan dari teman-teman
Tugas-tugas perkembangan antara lain :
· mengatur kegiatn-kegiatan belajarnya dengan sikap tanggung jawab;
· bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebaya;
· mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung;
· mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan (values), dengan membentuk kata hati.
· Tantangan yang dihadapi ialah harus menguasai sembilan bidang studi
(c). Pola dasar bimbingan ialah pola generalis.
Ini berarti, bahwa semua tenaga kependidikan yang lazimnya terdapat
di jenjang pendidikan dasar dilibatkan, walaupun mungkin tersedia satu
atau dua tenaga profesional di bidang bimbingan.
(d). Komponen bimbingan yang diprioritaskan ialah Pengumpulan Data, Pemberian Informasi, dan Konsultasi.
Pengunpulan Data meliputi :
· kemampuan belajar siswa dan latar belakang keluarga.
Pemberian Informasi meliputi :
· perkenalan dengan sejumlah bidang pekerjaan yang relevan untuk siswa-siswa di daerah tertentu,
· pengetahuan tentang cara bergaul yang baik
· beberapa
patokan dasar untuk menjaga kesehatan mental; dua hal yang terakhir
dapat disajikan melalui permainan-permainan di kelas.
Konsultasi diberikan oleh guru kelas kepada orang tua siswa dan oleh tenaga bimbingan profesional kepada guru-guru yang membutuhkan. Konseling dipegang oleh seorang ahli bimbingan profesional.[18]
(e). Bentuk bimbingan yang digunakan ialah bimbingan kelompok. Sifat bimbingan yang mencolok ialah sifat perseveratif dan preventif,
Sifat korektif akan muncul bila
terjadi kasus penyimpangan dari laju perkembangan normal, yang
biasanya berkaitan erat dengan situasi keluarga; kasus yang demikian
harus ditangani oleh ahli di bidang psikologi anak dan psikiatri anak. Ragam bimbingan yang mendapat urutan pertama ialah ragam pribadi-sosial, Sedangkan ragam akademik dan ragam jabatan mendapat urutan yang kedua dan ketiga.
(f). Tenaga yang memegang peranan kunci ialah guru kelas, Namun kadang-kadang diadakan kegiatan bimbingan secara khusus, misalnya sosiodrama dan diskusi kelompok. Koordinasi kegiatan-kegiatan bimbingan dapat dipegang oleh kepala sekolah. Namun lebih baik kalau dapat diangkat seorang tenaga bimbingan profesional yang bertugas sebagai koordinator. Koordinator ini adalah seorang tenaga generalis,
dalam arti memberikan beberapa layanan bimbingan, baik yang dilakukan
sendiri maupun yang direncanakan untuk diselenggarakan oleh guru-guru
kelas.
Untuk kelas-kelas tinggi, tenaga profesional itu dapat bertindak sebagai konselor, yang menyelenggarakan wawancara konseling. Untuk kelas-kelas rendah dan anak-anak yang mengalami hambatan dalam komunikasi verbal, sebaiknya tersedia seorang ahli dalam psikologi anak (psikologi sekolah), yang mampu menyelenggarakan wawancara melalui bentuk-bentuk komunikasi non-verbal. Tenaga ini adalah tenaga spesialis, bukan anggota staf di sekolah tertentu, melainkan tenaga yang mendatangi beberapa sekolah di
wilayah tertentu secara bergilir dan menangani kasus-kasus yang tidak
dapat ditangani oleh staf sekolah sendiri. Tenaga ini sering disebut Konsultan ahli, yang bekerja sama dengan seorang psikiater anak di lembaga perawatan psikiatrik. Program bimbingan di sekolah dasar hanya akan efisien dan efektif bila terdapat kerja sama yang erat antara kepala sekolah, guru-guru kelas, koordinator, dan konsultan ahli. Harus terjalin juga hubungan kerja sama yang baik dengan tenaga-tenaga yang lain di bidang pembinaan siswa, seperti dokter sekolah dan perawat sekolah.
|
IKHTISAR MODEL-MODEL KONSELING DAN PSIKOTERAPI KONTEMPORER
(1). Terapi Eksistensial Humanistik : Figur-figur
utama : May, Maslow, Frankl, Jourard. “Kekuatan ketiga” dalam Psikologi
ini dikembangkan sebagai reaksi melawan psikoanalisis dan behaviorisme
yang dianggap tidak berlaku adil dalam mempelajari manusia.
Filsafat dasar : Berfokus
pada sifat dan kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk
menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan
dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu dasar, pencarian makna yang
unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendirian dan berada dalam
hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian, dan
kecenderungan mengaktualkan diri.
Tujuan-tujuan terapi : Menyajikan
kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu
klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas
kesadaran diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas
arah kehidupannya sendiri.
Penerapan dan sumbangan : Model
ini menyajikan suatu pendekatan bagi konseling dan terapi individual
serta kelompok dan untuk menangani anak-anak dan para remaja, dan
berguna untuk diintegrasikan ke dalam praktek-praktek di sekolah.
Sumbangan utamanya adalah penekanannya pada kebutuhan akan pendekatan
subyektif yang berlandaskan suatu pandangan yang lengkap mengenai apa
artinya menjadi manusia. Terapi Eksistensial Humanistik mengingatkan
perlunya suatu pernyataan filosofis mengenai apa artinya menjadi
pribadi.
(2). Terapi client-centered : Pendiri
: Carl Rogers. Semula adalah pendekatan nondirektif yang dikembangkan
pada tahun 1940-anak-anak sebagai reaksi melawan pendekatan
psikoanalitik.Berlandaskan pada pandangan subjektif atas pengalaman
manusia. Terapi client-centered menaruh kepercayaan dan minta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam menangani berbagai permasalahan
Filsafat dasar : Memandang
manusia secara positif; manusia memiliki suatu kecenderungan kea rah
menjadi berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan terapeutik, klien
mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Klien
mengaktualkan potensi dan bergerak kea rah meningkatkan kesadaran,
spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan dalam.
Tujuan-tujuan terapi : Menyediakan
suatu iklim yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri klien sehingga
ia mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek
pengalaman diri yang sebelumnya diingkari atau didiorsinya. Membantu
klien agar mampu bergerak kea rah keterbukaan terhadap pengalaman serta
meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup.
Penerapan dan sumbangan : Pendekatan
ini bisa diterapkan secara luas pada konseling dan terapi individual
serta kelompok, bagi pengajaran yang terpusat pada siswa. Sumbangan unik
lain dari pendekatan ini adalah menjadikan klien
(3). Terapi Gestalt : Pendiri
: Fritz Perls. Sebagian besar merupakan terapi eksperimental yang
menekankan kesadaran dan integrasi, yang muncul sebagai reaksi melawan
terapi analitik, serta mengintegrasikan fungsi jiwa dan badan.
Filsafat dasar :
Orang terdorong ke arah keseluruhan dan integrasi pemikiran perasaan
serta tingkah laku. Pandangannya antideterministik dalam arti individu
dipandang memiliki kesanggupan untuk menyadari bagaimana pengaruh masa
lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan sekarang..
Tujuan-tujuan terapi : Membantu
klien untuk memperoleh kesadaran atas pengalaman dari saat ke saatnya.
Menantang klien agar menerima tanggung jawab atas pengambilan dukungan
internal alih-alih dukungan eksternal.
Penerapan dan sumbangan : Teknik-teknik
terapi gestalt cocok untuk diterapkan pada konseling dan terapi
individual serta kelompok. Juga bisa diterapkan pada situasi-situasi
belajar mengajar di kelas. Sumbangan utamanya adalah penekanannya pada
melakukan dan mengalami alih-alih hanya membicarakan perasaan-perasaan.
(4). Analisis Transaksional : Pendiri
: Eric Berne. Suatu model terapi kontemporer yang cenderung kea rah
aspek-aspek kognitif dan behavioral, dan dirancang untuk membantu
orang-orang dalam mengevaluasi putusan-putusan yang telah dibuatnya
menurut kelayakan sekarang.
Filsafat dasar :
Orang dipandang memiliki kemampuan memilih. Apa yang sebelumnya
ditetapkan, bisa ditetapkan ulang. Meskipun orang bisa menjadi korban
dari putusan-putusan dini dan scenario kehidupan, aspek-aspek yang
mengalahkan diri bisa diubah dengan kesadaran.
Tujuan-tujuan terapi : Membantu
klien agar bebas dari scenario, bebas dari permainan, menjadi pribadi
yang otonom yang sanggup memilih ingin menjadi apa dirinya. Membantu
klien dalam menguji putusan-putusandini dan membuat putusan-putusan baru
berlandaskan kesadaran.
Penerapan dan sumbangan : Teknik-teknik
pendekatan ini bisa diterapkan pada hubungan orang tua anak, belajar di
kelas, pada konseling dan terapi individual serta kelompok, dan pada
konseling perkawinan. Sumbangan utamanya adalah perhatiannya pada
transaksi-transaksi berkenaan dengan fungsi perwakilan-perwakilan ego.
(5). Terapi Tingkah Laku :
Tokoh-tokoh utama : Wolpe, Eysenck, Lazarus, Salter. Suatu model terapi
yang merupakan penerapan prinsip-prinsip belajar pada penyelesaian
gangguan-gangguan tingkah laku yang spesifik. Hasil-hasilnya merupakan
bahan bagi eksperimentasi lebih lanjut. Terapi tingkah laku secara
sinambung berada dalam proses penyempurnaan.
Filsafat dasar :
Manusia dibentuk dan dikondisikan oleh pengondisian sosial-budaya.
Pandangannya deterministic, dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai
hasil belajar dan pengondisian.
Tujuan-tujuan terapi : Meghapus
pola-pola tingkah laku selain yang maladaptive dan membantu klien dalam
mempelajari pola-pola tingkah laku yang konstruktif. Mengubah tingkah
laku. Tujuan-tujuan spesifik dipilih oleh klien. Tujuan-tujuan yang luas
dipecah ke dalam subtujuan-subtujuan yang tepat.
Penerapan dan sumbangan : Pendekatan
ini telah bisa diterapkan secara luas pada terapi individual dan
kelompok, lembaga-lembaga, sekolah-sekolah, dan situasi-situasi belajar
lainnya. Terapi tingkah laku adalah pendekatan pragmatis yang
berlandaskan kesahihan eksperimental atas hasil-hasil. Kemajuan atau
kegagalan bisa ditaksir, dan teknik-teknik baru bisa dikembangkan.
(6). Terapi Realitas :
Pendiri : William Glasser. Suatu model terapi yang dikembangkan
sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah
terapi jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan
kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana para klien
bisa belajar tingkah laku yang lebih realistic dan karenanya, bisa
mencapai keberhasilan.
Filsafat dasar :
Orang membutuhkan identitas dan mampu mengembangkan “identitas”. Terapi
realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik.
Tujuan-tujuan terapi : Membimbing
klien ke arah mempelajari tingkah laku yang realistis dan bertanggung
jawab serta mengembangkan “identitas keberhasilan”. Membantu klien dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan nilai tentang tingkah lakunya sendiri
dan dalam merencanakan tindakan bagi perubahan.
Penerapan dan sumbangan : Pendekatan
ini pada mulanya dirancang bagi penanganan para remaja di
lembaga-lembaga rehabilitasi. Terapi realitas sekarang digunakan secara
luas oleh para pendidik di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Ia juga
bisa diterapkan pada terapi individual dan kelompok serta pada konseling
perkawinan.
Model-model konseling tersebut dapat di lihat dalam Gerald Corey, Theory And Practice Of Counseling And Psychotherapy, Terj. E. Koeswara, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2005), 7-357.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan Konseling Pada Anak dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Ciri-ciri masa anak-anak awal adalah :
1. Ciri-ciri masa anak-anak awal adalah :
· Usia
yang mengandung masalah atau usia sulit, Usia mainan, Usia prasekolah,
Usia belajar berkelompok, Usia menjelajah dan bertanya, Usia meniru dan
usia kreatif.
Sedangkan ciri-ciri masa anak-anak akhir adalah :
Sedangkan ciri-ciri masa anak-anak akhir adalah :
· Usia yang menyulitkan, Usia tidak rapi, Usia bertengkar, Usia Sekolah Dasar, Periode kritis dalam dorongan berprestasi, Usia berkelompok, Usia penyesuaian diri, Usia kreatif, Usia bermain
2. Karakteristik Masa Anak-Anak adalah :
2. Karakteristik Masa Anak-Anak adalah :
· Mampu
berpikir dengan menggunakan simbol., Berpikirnya masih dibatasi oleh
persepsinya, Berpikirnya masih kaku, tidak fleksibel, Anak sudah mulai
mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu dimensi,
seperti atas kesamaan warna, bentuk, dan ukuran.
3. Model Bimbingan Yang Diberikan Pada Anak-Anak adalah :
Adapun model-model bimbingan yang diberikan adalah :
3. Model Bimbingan Yang Diberikan Pada Anak-Anak adalah :
Adapun model-model bimbingan yang diberikan adalah :
· Membantu
anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan, Membantu anak
untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan,
kerja sama, saling membantu, dan saling menghormati, Memberikan
informasi tentang adanya keberagaman budaya, suku dan agama.
· Memberikan
contoh atau teladan yang baik dalam berperilaku atau bertutur kata,
Menanamkan kedisiplinan kepada anak dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, tata karma atau budi
pekerti yang luhur, Mengembangkan wawasan tentang nilai moral kepada
anak, baik melalui pemberian informasi, cerita-cerita para nabi dan
pahlawan maupun cerita dunia binatang tentang akhlak yang luhur.
· Bentuk
bimbingan kelompok, Terapi Eksistensial Humanistik, Terapi
client-centered, Terapi Gestalt, Analisis Transaksional, Terapi
Tingkah Laku, Terapi Realitas.
B. Saran
Hendaknya tenaga-tenaga kependidikan memberikan pelayanan bimbingan
dalam bentuk mengembangkan daya kreatif dan kemampuan
berinisiatif pada anak, supaya dengan demikian lebih siap memasuki
jenjang pendidikan dasar, dimana anak akan dihadapkan pada tuntutan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA), dan dapat memahami dirinya dan lingkungan
hidupnya dengan penuh makna.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald, Theory And Practice Of Counseling And Psychotherapy, Terj. E. Koeswara, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama, 2005.
Nawawi, Hadari, Pendidikan Dalam Islam. Surabaya : Al Ikhlas ,1993.
Rahmah, Elfi Yuliani, Psikologi Perkembangan. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2005.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 2004.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1995.
Winkel, W. S., Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 1991.
[15] W. S. Winkel, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1991), 142-143.
0 komentar:
Posting Komentar