BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap
kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang
pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap
sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap
penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara
keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial
cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus
berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke
tingkat gangguan jiwa yang berat.
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus
mengenai berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan
oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada
minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik
maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik,
tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh
para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues, atau karena kurangnya
penanganan ibu post partum sangat rentan mengalami infeksi dan perdarahan.
2.
TUJUAN
1)
Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih
dalam lagi yang dimaksud dengan gangguan psikologis pada ibu masa postpartum
khusunya postpartum Blues, serta infeksi dan perdarahan pada ibu postpartum.
2)
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui dan memahami definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada komplikasi ibu postpartum.
b.
Meningkatkan kemampuan dalam penulisan
asuhan keperawatan.
c.
Memenuhi salah satu tugas perkuliahan
Keperawatan Maternitas.
BAB II
PEMBAHASAN
ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : PERDARAHAN
1.
Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala
IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof.
Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah
hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500
ml selama atau setelah kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
1)
Early Postpartum :
Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2)
Late Postpartum :
Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menolong persalinan dengan. komplikasi perdarahan post partum :
1)
Menghentikan perdarahan.
2)
Mencegah timbulnya syok.
3)
Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
1)
Atoni uteri (50-60%).
2)
Retensio plasenta (16-17%).
3)
Sisa plasenta (23-24%).
4)
Laserasi jalan lahir (4-5%).
5)
Kelainan darah (0,5-0,8%).
2.
Etiologi
Penyebab
umum perdarahan postpartum adalah:
1)
Atonia Uteri
2)
Retensi Plasenta
3)
Sisa Plasenta dan selaput
ketuban
- Pelekatan yang
abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan
perlekatan (plasenta seccenturia)
4)
Trauma jalan lahir
a.
Episiotomi yang lebar
b.
Lacerasi perineum, vagina,
serviks, forniks dan rahim
c.
Rupture uteri
5)
Penyakit darah
Kelainan
pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang
sering dijumpai :
-
Perdarahan yang banyak.
- Solusio
plasenta.
- Kematian
janin yang lama dalam kandungan.
- Pre
eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi,
hepatitis dan syok septik.
6)
Hematoma
7)
Inversi Uterus
8)
Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan
menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
Riwayat
persalinan yang kurang baik, misalnya:
1)
Riwayat perdarahan pada
persalinan yang terdahulu.
2)
Grande multipara (lebih dari
empat anak).
3)
Jarak kehamilan yang dekat
(kurang dari dua tahun).
4)
Bekas operasi Caesar.
5)
Pernah abortus (keguguran)
sebelumnya.
6)
Hasil pemeriksaan waktu
bersalin, misalnya:
-
Persalinan/kala II yang
terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
-
Uterus terlalu teregang,
misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
-
Uterus yang kelelahan,
persalinan lama.
-
Uterus yang lembek akibat
narkosa.
-
Inversi uteri primer dan
sekunder.
3. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat,
lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok
hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a.
Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak
berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan
postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan
lain-lain)
b.
Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi
uteru baik, plasenta baik.Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah,
menggigil.
c.
Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d.
Tertinggalnya plasenta (sisa
plasenta)
Gejala yang selalu ada
: plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan
perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e.
Inversio uterus
Gejala yang selalu ada:
uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala
yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
4. Patofisiologi
Dalam
persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup
sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti
epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin
untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan
postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.
Perbedaan
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
-
Atonia uteri (sebelum/sesudah
plasenta lahir).
1)
Kontraksi uterus lembek,
lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2)
Perdarahan terjadi beberapa
menit setelah anak lahir.
3)
Bila kontraksi lemah,
setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut
menjadi kuat.
-
Robekan jalan lahir (robekan
jaringan lunak).
1)
Kontraksi uterus kuat, keras
dan mengecil.
2)
Perdarahan terjadi langsung
setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum
dan cari robekan.
3)
Setelah dilakukan masase
atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak
berkurang.
Perdarahan Postpartum akibat
Atonia Uteri
Perdarahan
postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia
uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia
uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri
juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan
yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah
sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.
Terapi
terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami
anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan
berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar
jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum
plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada
perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan
yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke
dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu
singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade
utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim
terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan
partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan
besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus
seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio
plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi
lahir. Penyebab retensio plasenta :
1.
Plasenta belum terlepas dari
dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
-
Plasenta adhesiva : plasenta
yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
dalam.
-
Plasenta inkreta : vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
endometrium sampai ke miometrium.
-
Plasenta akreta : vili
khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
serosa.
-
Plasenta perkreta : vili
khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
dinding rahim.
2.
Plasenta sudah terlepas dari
dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila
plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena
itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi
adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini
merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya
tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari
yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke
bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah
perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari
pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat,
bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang
tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan
Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio
Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian
dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera
dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian
inversio uteri :
1)
Inversio uteri ringan :
Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari
ruang rongga rahim.
2)
Inversio uteri sedang :
Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3)
Inversio uteri berat :
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1)
Spontan : grande multipara,
atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2)
Tindakan : cara Crade yang
berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya inversio uteri :
1)
Uterus yang lembek, lemah,
tipis dindingnya.
2)
Tarikan tali pusat yang
berlebihan.
Frekuensi inversio uteri :
angka kejadian 1 : 20.000 persalinan. Gejala klinis inversio uteri :
1)
Dijumpai pada kala III atau
post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok.
Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2)
Pemeriksaan dalam :
-
Bila masih inkomplit maka
pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
-
Bila komplit, di atas
simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
-
Kavum uteri sudah tidak ada
(terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat
Hematoma
Hematoma
terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak
sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma
yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus.
Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat
Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan
jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik
atau vagina.
-
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan
servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
-
Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih
sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan speculum.
-
Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai,
ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus
yang kuat.
5. Pemeriksaan Penunjang
1)
Golongan darah : menentukan
Rh, ABO dan percocokan silang
2)
Jumlah darah lengkap :
menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb
saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%,
saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil
5.000-15.000)
3)
Kultur uterus dan vagina :
mengesampingkan infeksi pasca partum
4)
Urinalisis : memastikan
kerusakan kandung kemih
5)
Profil koagulasi :
peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
6. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
-
Pijat dengan lembut boggi
uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi
kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan.
Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang
dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan
dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
-
Dorongan pada plasenta
diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut
pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
-
Pantau tipe dan jumlah
perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal
tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi
yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan
vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan
perdarahan akibat adanya laserasi.
-
Berikan kompres es salama
jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina.
Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
-
Pertahankan pemberian cairan
IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah,
jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan
silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
-
Pemberian 20 unit oksitodin
dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus
intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
-
Bila cara diatas tidak
efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus
untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari
tempat implantasi plasenta.
-
Pantau asupan dan haluaran
cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan
perhitungan haluaran.
-
Berikan oksigen malalui
masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan
pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum
karena Atonia
Bila
terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera
minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana
terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai
berikut:
-
Pasang infus.
-
Pemberian uterotonika
intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
-
Kosongkan kandung kemih dan
lakukan masase ringan di uterus.
-
Keluarkan plasenta dengan
perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
-
Plasenta manual (seyogyanya
di rumah sakit).
-
Periksa apakah masih ada
plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
-
Dalam keadaan darurat dapat
dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
-
Pemberian uterotonika
intravena.
-
Kosongkan kandung kemih.
-
Menekan uterus-perasat
Crede.
-
Tahan fundus uteri/(fundus
steun) atau kompresi aorta. Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika
fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit
yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan
uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan
postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir. Perdarahan pasca persalinan
yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya
robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang
baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka
tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk
robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang
senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan
pemberian uterotonika intravena.
7. ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
-
Identitas klien
Data diri klien
meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain –
lain
-
Riwayat kesehatan :
1)
Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia,
trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
2)
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan
saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah,
pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3)
Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga
yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre
eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
-
Riwayat obstetrik
1)
Riwayat menstruasi meliputi:
Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
2)
Riwayat perkawinan meliputi
: Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
3)
Riwayat hamil, persalinan
dan nifas yang lalu
-
Riwayat hamil meliputi:
Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
-
Riwayat persalinan meliputi:
Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan
dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang
waktu lahir
-
Riwayat nifas meliputi:
Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu
saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
4)
Riwayat Kehamilan sekarang
-
Hamil muda, keluhan selama
hamil muda
-
Hamil tua, keluhan selama
hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
-
Riwayat antenatal care
meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
Pola aktifitas sehari-hari
-
Makan dan minum, meliputi
komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat.
Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori,
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –
buahan.
-
Eliminasi, meliputi pola dan
defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB
harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan
sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
-
Istirahat atau tidur
meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan
yang berlebihan.
-
Personal hygiene meliputi :
Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama
dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
Pemeriksaan Fisik
1)
Pemeriksaan tanda-tanda
vital
2)
Suhu badan
Suhu biasanya meningkat
sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C
– 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
3)
Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
4)
Tekanan darah
Tekanan darah biasanya
stabil, memperingan hipovolemia
5)
Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
6)
Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam
untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam
tubuh. Pengkajian ini meliputi :
-
Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan
vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
-
Sistem vaskuler
· Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8
jam berikutnya
· Tensi diawasi tiap 8 jam
· Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
· Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
· Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek
koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
-
Sistem Reproduksi
· Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya
serta konsistensinya
· Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau
· Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,
luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
· Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
· Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
· Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
· Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam
selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
· Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan
obstipasi
· Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
B.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1)
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2)
Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipovelemia
3)
Ansietas berhungan dengan
krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon
fisiologis
4)
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5)
Resiko tinggi terhadap nyeri
berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6)
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
C.
Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
1)
Kekurangan volume cairan b.d
kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
-
Hipotensi
-
Peningkatan nadi,
-
Penurunan volume urin,
-
Membran mukosa kering,
-
Pelambatan pengisian kapiler
DS:
-
Ibu mengatakan urin sedikit
-
Ibu mengatakan pusing dan
pucat
-
Ibu mengatakan kulit kering
dan bersisik
Tujuan :
-
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
· TTV stabil
· Pengisian kapiler cepat
· Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1)
Tinjau ulang catatan
kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat
perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta,
emboli cairan amnion.
2)
Kaji dan catat jumlah, tipe
dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan
jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
3)
Kaji lokasi uterus dan
derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu
tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4)
Perhatikan hipotensi /
takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran
mukosa dan bibir.
5)
Pantau parameter
hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal,
bila ada
6)
Pantau masukan aturan puasa
saat menentukan status/kebutuhan klien
7)
Berikan lingkungan yang tenang
dan dukungan psikologis
2)
Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipovolemia.
DO:
-
Penurunan pulsasi arteri,
-
Ekstremitas dingin
-
Perubahan tanda-tanda vital
-
Pelambatan pengisian kapiler
-
Penurunan produksi ASI
DS:
-
Ibu mengatakan Asi sedikit
-
Ibu mengatakan tangan dan
kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi
perfusi jaringan
Kriteria hasil :
· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
· Ekstremitas hangat
ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : INFEKSI
1. Definisi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang -
biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam
setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi
dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk
dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat
ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi
jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah
dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan
pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali
ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen
dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak
menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir
30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan
sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa
fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan
sekurang-kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan
clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, &
McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara
lain adalah :
1)
Streptococcus haemoliticus
anaerobic
Masuknya
secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2)
Staphylococcus aureus
Masuknya
secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini
biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab
infeksi umum.
3)
Escherichia Coli
Sering
berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari
infeksi traktus urinarius
4)
Clostridium Welchii
Kuman
ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi
ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh
dukun dari luar rumah sakit.
3. Cara
Terjadinya Infeksi Pasca Partum
Infeksi dapat terjadi sebagai
berikut :
1)
Tangan pemeriksa atau penolong yang
tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung
tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
bebas dari kuman-kuman.
2)
Droplet infection.
Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan
masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar
bersalin.
3)
Dalam rumah sakit terlalu banyak
kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk
kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita
dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4)
Koitus pada akhir kehamilan tidak
merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya
ketuban.
4. Faktor
predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan
atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain :
1)
Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan
meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga terjadi pada ibu yang kurang
nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk menghambat masuknya
bakteri.
2)
Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum
waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman keorgan genital.
3)
Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan
menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti operasi.
4)
Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina
atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu, pemasangan alat selama
proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan dapat menjadi
salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak
terjamin sterilisasinya.
5)
Kehilangan darah
Trauma yang menimbulkan perdarahan
dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan pengendalian pendarahan
bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang dapat menjadi
jalannya masuk kuman.
5. Manifestasi
klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam
setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena eksudasi. Ujung
syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri
(dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum
antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat, R. 1997).
6. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi
lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan
melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan
limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel
pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan
oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa
jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel
fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu
rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk
flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
7. Jenis-Jenis
Infeksi Post Partum
1)
Infeksi uterus
a.
Endometritis
Endometritis
adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis
adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita
yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan
melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering
terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim
yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses
kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya
membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang
tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher
rahim, vagina atau vulva.
Tanda
dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri
yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina
berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada
infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka,
kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh,
gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali
suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca
lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi
endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen
bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat
terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis
(infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi
indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan
pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur
(Anonym, 2008).
Terjadinya
infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta
masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan
tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang
legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang
lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis
agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada
endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut
pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih
satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Lokia
pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak
boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai
oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk
mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera
diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan
untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b.
Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis
adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus.
Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut
bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis
akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit
ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih
luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan
endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel
radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan
kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis
kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi
pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan
ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti
amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8
jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c.
Parametritis (infeksi daerah di sekitar
rahim).
Parametritis
adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya
unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral
tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu
:
Endometritis dengan 3 cara yaitu :
· Per
continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
· Lymphogen
· Haematogen
: phlebitis → periphlebitis → parametritis
d.
Dari robekan serviks
e.
Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde,
kuret, IUD )
2)
Syok bakteremia
Infeksi kritis,
terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa
mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang
menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada
pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis
selama periode pascapartum.
Demam yang
tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang
cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi
subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan
denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa
terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan
laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian
bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan
tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan
EKG menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard.
Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan
terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan
hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi
jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan
yang cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan
morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees
pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3)
Peritonitis
ritonitis nifas bisa terjadi karena
meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan
salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa
abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang
tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya
tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut
bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa
terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas
harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui
rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum
disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu
meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada
defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
4)
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran
kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada masa
prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap
ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid,
refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk
menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis,
trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik
terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan
terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan
persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes
sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada
kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara
bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai
selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat
antispasmodic traktus urinarius.
5)
Septicemia dan piemia
Pada septicemia
kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum dan
menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan
pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis
pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena
ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil
yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain,
antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan
mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini
dinamakan piemia.
Kedua-duanya
merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari
piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai
tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi
menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam
sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi
seperti piemia.
Pada piemia,
penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak
meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta
menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah
umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah
berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat
disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat
dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala
abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan
abses-abses di beberapa tempat lain.
8. Komplikasi
1)
Peritonitis (peradangan selaput rongga
perut)
2)
Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di
dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.
3)
Syok toksik akibat tingginya kadar racun
yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan
kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
9. Pencegahan
dan Penanganan
1)
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor
predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2)
Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak
ada indikasi yang perlu.
3)
Koitus pada hamil tua
hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan
pecahnya ketuban. Kalau
ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu
lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut.
4)
Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin.
5)
Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan
baik pervaginam maupun perabdominam
dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6)
Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi
darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah.
7)
Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup
hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke
kamar bersalin.
8)
Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama.
9)
Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan
bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
10. ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1)
Data demografi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2)
Keluhan utama : adanya nyeri perubahan
fungsi seksual, luka.
3)
Riwayat penyakit dahulu : apakah klien
dan keluarga pernah menderita penyakit yang sama.
4)
Riwayat penyakit sekarang : klien
mengalami infeksi alat kelamin
5)
Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS
sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini, frekuensi aktifitas seksual
secara umum.
6)
Gaya hidup, penggunaan obat intravena
atau pasangan yang menggunakan obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk,
tingkat stress yang tinggi.
7)
Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
· Rambut
pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
· Kulit
dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
· Labia
mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus, keluaran,
dan nodul.
· Pemeriksaan
bagian dalam,
· Inspeksi
:
· Serviks
: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
· Palpasi
:
· Raba
dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
· Serviks
: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
· Uterus
: ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
· Ovarium
: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.
B. Diagnosa
keperawatan :
1)
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses
inflamasi
2)
Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan
tingkat metabolisme
3)
Ansietas b.d perubahan status kesehatan
C. Intervensi
1)
Gangguan rasa
nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
Tujuan : Setelah
dillukakan tindakan selama 1x 24 jam di harapkan klien :
Nyeri berkurang
Klien mengtakan :
-
Menunjukkan ekspresi wajah rilek
-
Merasa nyaman
a.
Kaji skala/intensitas nyeri
b. Anjurkan
klien untuk menggunakan teknik relaksasi, distraksi, relaksasi, kompres, Berikan
instruksi bila perlu.
R/ b. relaksasi
dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
c.
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ Metode IV sring
digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Pertahankan
posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri
R/ Memudahkan
drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena
gerakan
2) Hipertermi b.d peningkatan tingkat
metabolisme
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh klien dalam batas
normal Klien tamapak :
-
Tidak mengalami komplikasi
-
Suhu tubuh normal 36-37oC
a.
Kaji TTV Suhu,TD,RR.nadi
b. Pantau
suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
R/ Suhu 38,90- 41,
10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membentu dalam
diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24jam menunjukkan
pneumonia pneumokokal.
c.
Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi
R/ Suhu ruangan atau
jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
d. Kolaborasi
dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen)
R/ Untuk mempermudah
dalam pembirian tindakan
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan : setelah
dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien tampak:
-
Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk
menghadapi masalah
-
Kecamasan klin berkurang
-
Klien tidak tampak sedih
-
Klien tampak rileks
a. Evaluasi
tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong ekspresi
bebas akan emosi.
R/ Ketakutan dapat
terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur
diagnostic dan kemungkinan pembedahan
b. Berikan
informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R/ Mengetahui apa
yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
D.
Evaluasi
1) Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
S : Klien Mengatakan
Nyeri Berkurang
O : Klien Tampak
Nyaman
A : intervensi di
optimalakan
P : masalah teratasi
2) Hipertermi
b.d peningkatan tingkat metabolisme
S : klien mengatakan
panasnya menurun
O : klien tampak
rileks
A : masalah teratasi
P: intervensi di
hentikan
3) Ansietas
b.d perubahan status kesehatan
S : klien mengatakan
tidak cemas
O : klien tamapk
rileks
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
ASKEP PADA KLIEN POSTPARTUM KOMPLIKASI : PENYAKIT BLUES
1. Definisi
Post-partum
blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis
referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan
pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala disforia tersebut
muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau
sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu
sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari
ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua
minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma
gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat
menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat
perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan
kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat
yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk,
terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak,
karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi
tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung
dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan.
Baby blues
adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan
atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika
plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang
melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat
mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum
blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan
terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1)
Faktor hormonal yang berhubungan dengan
perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar
estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional
pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2)
Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3)
Pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan.
4)
Latar belakang psikososial ibu, seperti;
tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial
dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga
kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril
(misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat
ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul
permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan
istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan
mertua, problem dengan si sulung.
5)
Takut kehilangan bayinya atau kecewa
dengan bayinya.
6)
Namun ada beberapa pendapat yang
menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan
hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak
dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga
mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin
mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan
emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
7)
Ada juga yang berpendapat bahwa
kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam
dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa
teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan
dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan
caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan
hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.
3. Manifestasi
Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat
dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari
ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut
diantaranya sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut,
tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah
tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak
bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu
berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, meras` tidak mempunyai
ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan , insomnia yang
berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya
akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun
jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut
postpartum depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan
klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai
seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan
berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut.
Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka
kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis
yang digunakan.
5. Pencegahan
Post
partum blues dapat dicegah dengan cara :
1)
Anjurkan ibu untuk merawat dirinya,
yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
2)
Menu makanan yang seimbang
3)
Olah raga secara teratur
4)
Mintalah bantuan pada keluarga atau
suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5)
Rencanakan acara keluar bersama bayi
berdua dengan suami
6)
Rekreasi
6. Pemeriksaan
Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang
dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter
menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan
depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan
hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa
(fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai
jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi
sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk
skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan
validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi
selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan
labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain
yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh)
pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang
mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang
dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu
dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati
bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86%
dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .
EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia,
Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama
pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua)
minggu kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin
seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang
‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang
sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber
lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk
beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti
mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi
yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada
prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen
lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya
yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga,
mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan
konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk
mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental
pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan
tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan.
Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk
penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta
penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara
belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi
tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu,
tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu
baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan
pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional,
bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
8. ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengenalan
gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal.
Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari
gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan
keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat
mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian
pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
1)
Identitas klien
Data
diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record
dan lain-lain
2)
Dampak pengalaman melahirkan
Banyak
ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri
dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri
(Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu
rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam
persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi
epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa
mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua
tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka
untuk menjadi orang tua.
3)
Citra diri ibu
Suatu
pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan
citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang
berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali
menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa
merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau
takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
4)
Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu
pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang
tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi
perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua
jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak
orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya
keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang
tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada
atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang
tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan
hubungan mereka.
5) Perilaku
Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku
adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon
social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan
perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran
bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya,
saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang
diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka
dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku
maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak
mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua
tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti
memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan.
Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan
oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan
untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
6)
Struktur dan fungsi keluarga
Komponen
penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya
sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya
dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan
tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa
terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk
mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut
Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
1)
Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin
teramati.
2)
Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3)
Integritas Ego
4)
Peka rangsang, takut/menangis ("
Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
5)
Eliminasi
6)
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
7)
Makanan/cairan
8)
Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
9)
Nyeri/ketidaknyamanan
10) Nyeri
tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5
pascapartum.
11) Seksualitas
12) Uterus
1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar
jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut
menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben
versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara :
Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada
hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
9. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien
postpartum blues diantaranya Adalah :
1)
Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan
dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
2)
Menyusui berhubungan dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
3)
Risiko tinggi terhadap perubahan peran
menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional
4)
Resiko tinggi ketidakefektifan koping
individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu
5)
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
6)
Kurang pengetahuan mengenai perawatan
diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
7)
Potensial terhadap pertumbuhan koping
keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
10.
Rencana Keperawatan
1) Nyeri
akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran
jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
ketidaknyamanan.
Intervensi
Keperawatan :
-
Tentukan adanya, lokasi, dan sifat
ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi
kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
-
Inspeksi perbaikan perineum dan
epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma
berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan
evaluasi / intervensi lanjut.
-
Berikan kompres es pada perineum,
khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal,
meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi.
-
Berikan kompres panas lembab (misalnya ;
rendam duduk / bak mandi)
Rasional
: Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi
pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
-
Anjurkan duduk dengan otot gluteal
terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan
gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum.
-
Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik
30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan,
khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan
oksitosin.
2) Menyusui berhubungan dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan
teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama
lain.
Intervensi
Keperawatan :
-
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien
tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
-
Tentukan sistem pendukung yang tersedia
pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang
cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
-
Berikan informasi, verbal dan tertulis,
mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara,
kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau mengganggu
keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli
susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan
membuat peran ibu menyusui.
-
Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik –
teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat
biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu.
-
Identifikasi sumber-sumber yang tersedia
di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA
).
Rasional : Pelayanan ini mendukung
pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
3) Risiko
tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan
masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi
orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi
baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi
Keperawatan :
-
Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status
perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor
– faktor risiko potensial dan sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi
kemampuan klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
-
Perhatikan respons klien/pasangan
terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk
beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh
reaksi ayah dengan kuat.
-
Evaluasi sifat dari menjadi orangtua
secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua
dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model
peran.
-
Tinjau ulang catatan intrapartum
terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan pada
persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan
sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu
untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi
menyusui.
-
Evaluasi status fisik masa lalu dan saat
ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti
persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat
mempengaruhi kondisi psikologis klien.
-
Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan
dengan staf perawatan sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami
kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
-
Pantau dan dokumentasikan interaksi
klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah
mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya, mereka
dikenalkan pada bayi secara bertahap.
-
Anjurkan pasangan/sibling untuk
mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas
perawatan bayi sesuai izin.
Rasional
: Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
-
Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling
bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila
ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang
tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui
konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
4) Risiko
tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan
ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan
koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi
Keperawatan :
-
Kaji respon emosional klien selama
pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya
selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan
langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi
feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan
menyusui.
-
Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan
tentang persepsi pengalaman kelahiran.
Rasional : Membantu klien /
pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman
fantasi.
-
Kaji terhadap gejala depresi yang fana
(" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3
pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk,
dan depresi ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu
mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
-
Evaluasi kemampuan koping masa lalu
klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan
domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji
kemampuan klien untuk mengatasi stres.
-
Berikan dukungan emosional dan bimbingan
antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk
koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu
/ orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari.
-
Anjurkan pengungkapan rasa bersalah,
kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan
mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan
terhadap bantuan profesional yang tepat.
-
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan
pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok
komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
Rasional : Kira – kira 40 % wanita
dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai
1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
5) Gangguan
pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan :
Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan
kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera
dan istirahat.
Intervensi
Keperawatan :
-
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan
untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau
kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan
tingkat kelelahan.
-
Kaji factor-faktor, bila ada yang
mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan
istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.
-
Berikan informasi tentang kebutuhan
untuk tidur/istirahat setdlah kembali ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif
yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
-
Berikan informasi tentang efek-efek
kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat
mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan refleks secara
psikologis.
-
Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah,
dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di
rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan
tidur dan memenuhi kebutuhannya.
6) Kurang
pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
Tujuan :
Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi
Keperawatan :
-
Pastikan persepsi klien tentang
persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara
lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan
aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan bayi.
-
Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk
belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat
merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu
pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
-
Berikan informasi tentang perawatan
diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah
infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang
positif dari perubahan fisik dan emosional.
-
Diskusikan kebutuhan seksualitas dan
rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin
memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan
bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu
ke-6.
7) Potensial
terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi
Keperawatan :
-
Kaji hubungan anggota keluarga satu sama
lain.
Rasional : Perawat dapat membantu
memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap
pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
-
Anjurkan partisipasi seimbang dari orang
tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan
sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan
rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
-
Berikan bimbingan antisipasi mengenai
perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan
pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan
meningkatkan koping positif.
-
Berikan informasi tertulis mengenai
buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi
dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan.
-
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan
pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan
orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak.
11.
Implementasi
Menurut
Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan
intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen
(1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri,
kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan.
12.
Evaluasi
Evaluasi
didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan
yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan
keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga akan
melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa
perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat
dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif,
dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan
yang sehat.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1)
Postpartum Blues
a.
Postpartum blues yaitu suatu perasaan
bercampur aduk
b.
Penyebab postpartum blues belum
diketahui secara pasti.
c.
Penderita postpartum dapat dideteksi
melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa pertanyaan tentang rasa
cemas
d.
Asuhan keperawatan pada pasien
postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh dari
bio-psiko-sosio-spiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu
si anak
2) Perdarahan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala
IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof.
Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
3)
Infeksi
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam
setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi
dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
2. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan
mahasiswa STIKESMI dalam memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga
dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan
depresi postpartum blues, perdarahan dan infeksi pada ibu postpartum.
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4.
Jakarta: EGC.
Cunningham, F.G.
dkk.(2005). Obstetri Williams (edisi 21).
Jakarta: EGC
Yosep, Iyus.2009.Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Diposting oleh Agus Sutiono dalam
Postpartum Blues. 2008. Tags: Konsep Dasar dan Askep Postpartum Blues.
http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-dasar.html.
diakses tanggal 21 Maret 2012
0 komentar:
Posting Komentar