BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spina
bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong,
2003). Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang
belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi.
Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada
tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa
bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan
dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama
dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan
gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf
pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem
saraf manusia. Jika medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem
lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga akan terpengaruh dan
akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja
organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum
berfungsi secara maksimal.
Fakta
mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65%
bayi yang baru lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain
mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita
penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut
butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka
menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang
kali.
Dalam hal ini perawat
dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang terkait
dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan
harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi
akibat spina bifida.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah definisi dari spina bifida?
Bagaimana etilogi dari spina bifida?
Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?
Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
Menguraikan patofisiologi spina bifida
Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.
1.4 Manfaat
Mahasiswa
mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan
pendekatan Student Centre Learning.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Spina Bifida
Spina
bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari
kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad,
1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.
Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan
mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu arkus
pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang
pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh
gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus.
Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba
neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu
sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum
diketahui dengan jelas.
Spina
bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003).
Spina bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
(http://
www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis
untuk berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).
2.2 Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu :
Spina Bifida Okulta
Merupakan
spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus
vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan
seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada
daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis,
dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra.
Kulit dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas
rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida
olkuta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20%
pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi
mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang
bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada
arkus pascaerior.
Meningokel
Meningokel
melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup
dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong
melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang
membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel
memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda
spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba
sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan
menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal.
Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya
mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran
kencing ataupun kolon.
Myelomeningokel
Myelomeningokel
ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar
dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi
kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada
tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas, maka
fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis
myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus
spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga
memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.
2.3 Etiologi
Resiko
melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan
dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi
pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian
bawahnya.
Gejalanya tergantung
kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung
bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.
Faktor
genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada
95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek
neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali
lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:
Hidrosefalus
Siringomielia
Dislokasi pinggul.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejalanya
bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah
yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
Penonjolan
seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
Penurunan sensasi.
Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
Lekukan pada daerah sakrum.
Abnormalitas
pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine
(arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi
Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan fungsi
Masalah
bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara
volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses
pada rectum.
Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.
Anak-anak
dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord.
Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak
naik atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki,
dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring
pertumbuhan anak dan tethered cord akan terus teregang.
Obesitas oleh karena inaktivitas
Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau penyakit pada tulang.
Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
Learning disorder
Masalah psikologis, sosial dan seksual
Alergi karet alami (latex)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu
hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
Pada
trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan
cairan amnion.
Pada evaluasi anak
dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat
medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan
bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih
besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
Pemeriksaan
x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
CT
scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang
untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
85%
wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube,
akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi.
Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi,
endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis
perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
Urologi
Dalam
bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode
neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
Mengontrol inkotinensia
Mencegah dan mengontrol infeksi
Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten
kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan
anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder
augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
Orthopedi
Tujuan
terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang
terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas
bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan
skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body
jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga
dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans
gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan
fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang
displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik
harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan
tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau
transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus
yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau
talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan
hasil yang memuaskan.
Rehabilitasi Medik
Sistem Muskuloskeletal
Latihan
luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan
dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah
prosedur tendon transfer.
Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.
Ambulasi
Alat
bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan.
Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal
gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO)
sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. HKAFO
digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan
aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi
berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua
terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
Bowel training
Diet
tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30
menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan
mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria
rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal
softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
Pembedahan
Pembedahan
dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai
akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap,
karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural
untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya
setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan
ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu
dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat
terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal,
apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan
lamina vertebrata.
Posisi
tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi
bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi
biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat
mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead,
balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering
dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan
tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket
di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin
normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam).
Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi,
iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan
dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang
sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko
infeksi pada system saram pusat.
Latihan
rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi
latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut.
Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul
yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan
harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita
keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya,
penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta
daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan
dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi
urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan
organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat
sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat
atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat
menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot
dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae
yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering
ditemukan.
2.8 Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas.
Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan
defek kongenital lainnya. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar
anak-anak dengan spina bifida dapat hidup sampai usia dewasa.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anammesa
Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.
Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat keluarga
Saat
hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan
hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
Peningkatan lingkar kepala
Adanya myelomeningocele sejak lahir
Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah
3.3 Diagnosa
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.
3.3 Intervensi
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
Tujuan :
Anak bebas dari infeksi
Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
Intervensi
Rasional
1.
Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan suhu,
warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna pada
myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan palpasi sutura kranial
3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
4.
Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt,
lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi
Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)
Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt
Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi
Rasional
Dorong
orangtua mengekspresikan perasaannya dan perhatiannya terhadap bayinya,
diskusikan perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya
Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap pengobatan
Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada anaknya
Untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik
Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan selanjutnya yang lebih baik terhadap bayi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
Bayi / anak tidak menangis berlebihan
Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya
Intervensi
Rasional
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan terapi pemijatan bayi
Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulit
Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka
Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
Kantung meningeal tetap utuh
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi
Rasional
Rawat bayi dengan cermat
Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring
Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut plastik bedah)
Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan, member kenyamanan)
Untuk
mencegah kerusakan pada kantung meningeal atau sisi pembedahan Untuk
meminimalkan tegangan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan
Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi iritasi serta infeksi
Mencegah terjadinya trauma
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK
Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi
Hindari sedasi
Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberitahu
Untuk mencegah keterlambatan tindakan
Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari peningkatan TIK
Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi
Rasional
Jaga agar area perineal tetap bersih dan kering dan tempatkan anak pada permukaan pengurang tekanan.
Masase kulit dengan perlahan selama pembersihan dan pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant pada bayi
Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan pergelangan kaki selama posisi telengkup
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Untuk memberikan kelancaran eleminasi
DOWNLOAD : WOC ASKEP SPINA BIFIDA
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spina
bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari
kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad,
1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.
Kelainan
pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor
genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus, siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda
fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di
punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung
tersebut tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul,
tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah pembedahan,
bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan urologi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2009.Laporan Pendahuluan
Spina Bifida.Diakses dari :
http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-spina-bifida.html.
Pada: 10 November 2010. Jam : 11.00 WIB.
Anonim.2010.Sfina Bifida. Diakses dari: http://www.forumsains.com/kesehatan/spina-bifida/. Pada: 8 November 2010 jam 12.00 WIB.
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Zaa23.2009.Spina
Bifida. Diakses dari:
http://zaa23.wordpress.com/2009/05/13/spina-bifida/. Pada : 10 November
2010. Jam : 10.00 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar