skip to main |
skip to sidebar
Pengertian Cinta
Cinta
adalah ekspresi jiwa yang didorong oleh suatu keinginan memiliki,
menguasai dan atau menikmati (memanfaatkan) atas suatu materi atau
objek. Cinta yang baik biasanya bergandeng mesra dengan “kasih”. Tetapi
kasih memiliki pengertian yang berbeda. Dalam kasih cenderung kita ingin
memberi apa yang kita miliki dan ingin berbagi apa yang kita mampu
lakukan kepada suatu objek/orang lain. Kasih tanpa cinta sangat tidak
mungkin. Tetapi cinta tanpa kasih sangat mungkin. Karena unsur cinta
lebih banyak untuk pemuasan/kepentingan diri kita, sedangkan unsur kasih
lebih banyak untuk pemuasan orang lain. Biasanya kita sering
menggabungkan kasih dengan belas, sehingga terbentuklah ungkapan “belas
kasih”. Oleh karena itu, kasih lebih banyak memberi atau mengorbankan
kepentingan dirinya sendiri demi kebahagiaan orang lain yang dilakukan
berdasarkan perasaan belas. Cinta yang baik juga sering ditemani oleh
“sayang”. Kalau sayang pasti karena ada cinta, tetapi kalau cinta belum
tentu ada sayang. Sayang merupakan sikap tak ingin menyia-nyiakan
sesuatu. Makanya jika kita menyayangi sesuatu benda atau apapun,
biasanya kita akan merawat atau memeliharanya dengan penuh perhatian dan
kita akan memperlakukannya dengan baik. Mengapa kita mengasihi? karena
kita sayang. Kasih dan sayang adalah paduan yang sangat ideal dalam
kehidupan, didalam kasih ada sayang, begitu juga dalam sayang ada kasih.
Paduan yang erat antara kasih dan sayang akan melahirkan “kemesraan”
yaitu meleburnya antara kata-kata dengan perbuatan dalam satu nafas
cinta. Kasih dan sayang hanya mungkin dilakukan oleh seseorang ketika
orang tersebut memiliki empati (tenggang rasa, tepo seliro) keikhlasan
(ketulusan hati) dan kesabaran. Oleh karena itu jika ada pertanyaan
“Mengapa kamu mencintai aku?” maka menurut pendapat saya jawabannya
adalah “Karena aku ingin memilikimu, menikmatimu dan menguasaimu apapun
adanya dirimu dengan landasan kasih dan sayang. Aku akan menjagamu
dengan sepenuh hati karena aku membutuhkanmu dan tak akan kubiarkan
dirimu terluka.” Dorongan cinta diantaranya karena kita ingin memiliki,
menguasai dan menikmati. Oleh karena itu jika seseorang sedang jatuh
cinta (pada apapun materinya) ekses yang paling menonjol adalah
munculnya sikap egoisme, cemburu, merindukan, berkorban (demi pamrih
yang dicita-citakan), suka cita, ambisi, berkhayal dan waspada karena
takut kehilangan. Di dalam cinta ada paduan gelora jiwa yang teramat
kompleks, karena dia melibatkan seluruh perasaan yang ada dalam jiwa
seseorang. Oleh karena itu cinta kadang membuat kita lupa. Lupa akan
posisi kita sehingga kita sering berbuat tidak adil gara-gara cinta.
Cinta sering menjerumuskan kita dalam kegelapan. Padahal, spirit dari
cinta seharusnya demi pencerahan bukan untuk merusak dan membakar, sebab
lambang dari cinta adalah air jernih yang mengalir tenang. Namun, air
yang jernih ini pun bisa segera berubah warna menjadi keruh dan
menggelegak yang siap menyeret kita dalam pusaran arus deras dan
menenggelamkannya. Hal ini terutama untuk jenis cinta yang hanya
dimotivasi oleh unsur penguasaan dan kenikmatan demi pemuasan nafsu
saja. Cinta yang digerakkan hanya oleh semangat penguasaan dan
kenikmatan demi pemuasan nafsu, sangat berbahaya karena bisa membuat
hati kita buta atau gelap mata (brutal). Hati yang buta atau mata yang
gelap, akan mudah menyeret kita pada perbuatan kalap yaitu tidak
bertanggung jawab. Berani berbuat tetapi ketika dituntut
tanggungjawawabnya akan mengelak dengan berbagai cara dan alasan. Oleh
karena itu jangan mudah jatuh cinta oleh objek apa pun termasuk cinta
kepada materi (harta, tahta dan seks). Supaya tidak mudah jatuh cinta
diperlukan keceerdasan, kritis, analitis, dan obyektif dengan harus
senantiasa dapat mengontrol prilaku diri kita. Antara Keinginan dan
Kebutuhan Cinta membuat hidup kita senantiasa dikuasai oleh banyak
keinginan, baik dorongan keinginan untuk pemuasan jiwa maupun raga.
Namun, dari sejumlah keinginan itu sebenarnya banyak yang bukan
merupakan kebutuhan. Misalnya, kita sebenarnya tidak butuh atau tidak
perlu rumah mewah dengan interior design yang gemerlap, yang kita
BUTUHkan hanyalah rumah tempat tinggal yang aman, nyaman dan sehat
lingkungan. Tetapi karena kita terlalu dikuasai oleh dorongan kinginan
untuk memiliki rumah mewah, maka akhirnya ditempuhlah berbagai cara demi
mewujudkan keinginan. Hidup kita akhirnya banyak dikendalikan oleh
“keinginan demi keinginan”. Kita ingin memiliki seratus pasang giwang
berlian dengan berbagai model, padahal yang kita butuhkan sebenarnya
hanya tiga pasang bahkan tanpa satu pasang giwang pun sebenarnya tidak
apa-apa. Jika kita tidak tahan dengan godaan keinginan, ditempuhlah
berbagai cara demi mewujudkannya, misalnya pinjam (hutang) sana-sini,
mencuri/korupsi, merampok, menipu dan sebagainya. Padahal, jika kita
selalu menuruti keinginan, maka niscaya keinginan itu tidak ada
batasnya. Lain dengan kebutuhan. Kebutuhan hidup itu relatif terbatas.
Contohnya, dalam satu hari kita hanya butuh makan tiga kali. Tetapi
“keinginan” makan berbagai menu itulah yang sulit kita batasi. Kita
sebenarnya hanya memerlukan (membutuhkan) lima stel pakaian, tetapi
karena keinginan pada berbagai mode dan merek akhirnya pakaian kita
menumpuk sampai tiga almari. Nafsu-nafsu inilah yang akhirnya menyeret
dunia dalam berbagai krisis yaitu krisis pangan, krisis energi, kirisis
ekonomi dan krisis politik. Angkara murka dan gengsi sering karena
dipicu oleh keinginan yang tak terkendali. Kita merasa selalu tidak puas
dengan apa yang telah diperoleh. Satu kinginan telah berhasil diraih,
maka seribu keinginan akan menagih untuk dipenuhi. Kapitalisme dan
liberalisme adalah “jago” dalam menjerumuskan manusia untuk
berlomba-lomba memenuhi “keinginan hidup” bukan kebutuhan hidup. Manusia
yang hanya sibuk menuruti keinginan, hidupnya senantiasa diliputi oleh
kecemasan (Jawa:kemrungsung), kemunafikan, ambisius, dan egoistis. Andai
saja dalam kehidupan ini semua orang menggunakan prinsip “hidup sesuai
dengan kebutuhan” maka tidak akan terjadi kelaparan, kemiskinan,
pengangguran, penindasan, peperangan dan kerusakan alam akibat
eksploitasi tiada batas. Sesungguhnya, alam yang begitu luas dan subur
ini, mampu menghidupi semua makhluk yang tumbuh atau hidup di atasnya.
Lihat saja, betapa maha pengasihnya alam ini, yaitu ketika kita menanam
sebutir jagung maka akan keluar beratus-ratus butir jagung, ketika kita
menanam satu bulir padi maka kita akan memanen beratus-ratus bulir padi.
Ketika kita menanam satu butir biji melon, maka kita bisa memanennya
menjadi berpuluh-puluh buah melon. Begitu juga dalam berternak atau
budidaya ikan. Bagaimana mungkin kita kekurangan gizi, wong satu ekor
ayam bisa bertelur sampai puluhan butir dan bahkan satu ekor ikan lele
bisa bertelur sampai ratusan butir. Hampir tidak ada buah, biji-bijian
atau hewan peliharaan yang tidak berlipat ganda jumlahnya dibandingkan
dengan jumlah yang kita tanam atau kita pelihara. Ini semua membuktikan
bahwa alam tidak akan membiarkan penduduknya kelaparan dan miskin. Alam
begitu kasih dan sayang terhadap penduduknya, namun sayangnya manusia
sering berlaku buruk terhadapnya. Alam yang sudah begitu baik ini, malah
diperkosa dan disakiti dengan berbagai macam pencemaran dan pengrusakan
lingkungan demi pemuasan nafsu yang tak pernah habis. Aliran sungai
yang sebenarnya merupakan urat nadi kehidupan, malah dijadikan tempat
pembuangan segala macam sampah dan limbah pabrik yang berbahaya. Hutan
yang sebenarnya mampu berfungsi sebagai lahan ekosistem, digunduli
sehingga banyak hewan dan spesies lainnya mati dan air hujan pun
langsung mengguyur permukaan tanah yang gundul itu dengan sangat
leluasa. Akhirnya terjadi tanah longsor, banjir dan pendangkalan
sungai-sungai. bersambung ..
0 komentar:
Posting Komentar